- Ruqyah setengah jam, mata terang, kepala dan pundak enteng, dada lapang.
Nada ponselku berbunyi siang hari di awal April 2020, seorang teman menghubungi menyebutkan ada tetangganya yang seperti kesurupan, gigi rapat mulut tertutup dan menatap kosong ke satu titik.
Karena sedang bekerja, aku tidak bisa menanganinya. Sebenarnya, karena masih masa lockdown dari Virus Corona aku tidak meruqyah,namun karena situasi darurat permintaan teman, aku meruqyahnya setelah Shalat Ashar.
Sembari menungguku datang, kuminta temanku untuk meruqyahnya dengan ayat-ayat standar dan mengusap mukanya dengan air ruqyah serta meminumkan dengan air ruqyah.
Setelah sholat Ashar aku menuju rumah temanku, sesampai dirumah temanku, ia dan ayahnya menceritakan bahwa sebelum aku datang, pihak keluarga tetangganya tersebut yang kesurupan sudah mendatangkan dukun lebih dulu.
"Sebenarnya saat kami ruqyah, mulutnya sudah bisa dibuka dan sudah agak sadar. Tapi kata dukunnya dialah yang membuat sadar karena dibacakan dari jarak jauh," kata temanku.
Karena terlanjur datang, kuminta temanku tersebut menanyakan apakah tetap akan diruqyah olehku atau tidak ? setelah berkomunikasi dengan tetangganya, tetangganya tetap meminta diruqyah.
Bersama temanku, kami menuju rumah tetangga tersebut. Keluarlah yang diceritakan ini, dia ternyata seorang ibu-ibu umur sekitar 50 tahunan, badanya terlihat lemas dan matanya sembab (bengkak) karena banyak menangis, matanya sayu setengah melamun, tapi tetap bisa berkomunikasi.
Kuminta ia bersandar di dinding sembari aku memberikan sedikit nasihat. Ternyata anak ibu ini baru meninggal semalam di rumah sakit yang umurnya belum 10 tahun, ibu ini seperti belum menerima sehingga kesedihan terlalu dan melamun membuat ibu ini ditunggangi syaiton.
"Ya saya seperti belum menerima, kenapa anak saya diambil Allah, dan ini kedua kalinya anak saya meninggal. Anak pertama saya laki-laki juga meninggal umur delapan bulan, ini anak ketiga saya laki-laki juga meninggal," ujarnya.
Ia lalu bercerita saat dia seperti kesurupan dan baru sadar pagi saat diruqyah temanku. "Waktu itu (kesurupan) gigi saya seperti mengunci, persis anak saya yang meninggal di rumah sakit. Setelah dibaca-baca surat-surat Al qur'an (saat diruqyah temanku), aku setengah sadar," cerita ibu tersebut.
Lalu kuberikan pemahaman tentang takdir, agar ibu tersebut ikhlas atas meninggalnya anak tersebut, dan tidak terlalu sedih berlebih, serta tidak melamun dan mengganti dengan zikir.
Sang suami juga menimpali cerita, jika istrinya setelah dibacakan ayat Alquran oleh temanku mulutnya sudah bisa terbuka dan bisa makan.
Setelah memberikan pemahaman agama, lalu kutawarkan lagi, apakah tetap akan diruqyah atau tidak ? "Ruqyah saja, sebab kepala masih sakit," kata ibu tersebut.
Kemudian ibu tersebut diajarkan membuat air ruqyah, beliau memegang segelas air, aku memegang segelas dan satu botol air mineral di depanku untuk diruqyah. Mulailah diajarkan ayat ruqyah, saat sesi membuat air ruqyah ini, sudah terlihat keanehan kepada ibu ini, ia terbata-bata membaca ayat-ayat ruqyah Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas, ibu ini sesekali terhenti karena sesak mendadak, sehingga harus mengulangi penggalan surat yang terputus dibacanya.
Setelah membaca ibu tersebut diminta meminumnya tiga teguk (sesuai sunnah nabi). Kemudian ibu diminta memejamkan matanya, fokus dan banyak beristighfar. Kontan saja, sembari beristighfar belum diruqyah ibu ini sudah muntah-muntah, lalu kubacakan doa-doa ruqyah dari hadits dan ayat-ayat ruqyah dari Al Qur'an.
Ayat ruqyah yang kubaca tidak banyak, hanya ayat ruqyah sunnah di Surat Al Baqoroh, saat dibacakan ibu tersebut sesekali muntah. Setelah pembacaan ayat ruqyah rampung, ibu diminta membuka matanya dan merasakan apa masih ada yang aneh dirasanya ?
"Tidak ada lagi, dada sudah lapang, kepala dan pundak enteng, dan mata saya lebih terang. Tadi waktu ngobrol, mata rabun, dan kepala agak sakit," cerita ibu tersebut.
Allahu a'lam, semoga Allah keluarkan penyakitnya dan syaitannya lewat ruqyah hanya sekitar setengah jam saja. Wajah ibu tersebut terlihat cerah tidak murung dan dia bisa tersenyum. Lalu kuajarkan bagaiman cara ruqyah mandiri, agar si ibu bisa meruqyah sendiri saat ada keluhan lagi.
Karena waktu sudah menjelang senja, aku berpamitan dengan keluarganya dan temanku. Kupacu sepeda motorku pulang, diiringi dengan teriakan terimakasih oleh bapak temanku dengan melambaikan tangan.
Abu Shafa Linjawi
April 2020